Senin, 22 Juni 2009

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air DAS Cisangkuy-Sub DAS Citarum (bagian 3)

Oleh
Idung Risdiyanto, Nana Mulyana, F.S. Beny, Sudharsono

3. Neraca Air DAS Cisangkuy
Neraca air digunakan untuk mengetahui kesetimbangan kondisi sumberdaya air dalam suatu DAS, sehingga dapat diketahui masa atau periode surplus dan defisit air wilayah. Faktor-faktor yang mempengaruhi neraca air adalah kondisi tutupan/penggunaan lahan, jenis tanah dan iklim, yang masing-masing ditunjukkan dengan peubah-peubah curah hujan, limpasan permukaan dan evapotranspirasi. Oleh karena itu, setiap bentuk perubahan dari penggunaan lahan yang mempengaruhi kondisi hidrologi dan iklim mikro suatu wilayah akan merubah kondisi neraca airnya. (Baca selengkapnya)

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air DAS Cisangkuy-Sub DAS Citarum (bagian 2)

Oleh
Idung Risdiyanto, Nana Mulyana, F.S. Beny, Sudharsono

2. Analisis limpasan permukaan dan Infiltrasi
Perubahan lahan penutupan lahan di suatu DAS menyebabkan perubahan jumlah air hujan yang menjadi limpasan permukaan dan infiltrasi. Limpasan permukaan akan meningkat jika kemampuan lahan untuk menginfiltrasikan air hujan berkurang. Lahan-lahan dengan penutupan vegetasi akan memberikan nilai infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan non-vegetasi.
Untuk menghitung perubahan kemampuan lahan untuk menginfiltrasikan air hujan digunakan pendekatan SCS dengan bilangan kurva (CN) yang merupakan fungsi dari jenis tekstur tanah (SHG-Soil Hydrology Group) dan tutupan lahan diatasnnya. Pada metode ini setiap perubahan tutupan lahan akan menyebabkan perubahan nilai CN. Pada lahan-lahan bervegetasi mempunyai nilai CN yang relatif lebih rendah sesuai dengan SHG-nya. Nilai CN yang rendah adalah indikasi kemampuan lahan untuk infiltasi tinggi dan limpasan permukaan yang rendah. (Baca Selengkapnya)

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum (bagian 1)

Oleh
Idung Risdiyanto, Nana Mulyana, F.S. Beny, Sudharsono

1. Analisis perubahan penutupan lahan

Dinamika perubahan penggunaan lahan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kondisi hidrologis suatu DAS. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain adalah perubahan iklim mikro, limpasan permukaan, erosi dan sedimentasi. Perubahan penggunaan lahan dapat diketahui dengan melakukan suatu analisis terhadap jenis penutupan lahan. Jenis-jenis penutupan lahan yang merupakan representasi dari penggunaannya antara laian adalah lahan berhutan, kebun/perkebunan, semak belukar, tegalan, tanah kosong, badan air dan lahan terbangun.
Analisis perubahan penutupan lahan di wilayah DAS Cisangkuy menggunakan data citra satelit Landsat 5 TM untuk tahun 1991 dan Landsat 7 ETM untuk 2001 dan 2008. Hasil interpretasi dari ketiga data tersebut, menunjukkan bahwa terjadi perubahan jenis penutupan lahan yang dinyatakan dengan penambahan atau pengurangan luas dari masing-masing jenis. Tabel 1 menunjukan perubahan penutupan lahan di DAS Cisangkuy dan Gambar 1 menunjukkan peta jenis penutupan lahan untuk tahun 1991, 2001 dan 2008. (Baca Selengkapnya)

Senin, 08 Juni 2009

Konsep Pengembangan Sistem Monitoring dan Evaluasi DAS

oleh : Idung Risdiyanto

Metodologi yang akan digunakan dalam desain sistem pengelolaan DAS terpadu ini akan menggunakan pendekatan sistem yang mencakup empat komponen pokok, yaitu perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware), dataware (basis data) dan brainware (sumberdaya manusia). Keempat komponen pokok tersebut akan diintegrasikan dalam suatu sistem yang real time dan dibagi menjadi lima (6) sub sistem, yaitu:
1) sub sistem pengukuran 2) sub sistem informasi geografi dan basisdata spasial 3) sub sistem komunikasi data 4) sub sistem pemodelan spasial 5) sub sistem Neraca Akuntasi Sumberdaya DAS 6) sub sistem alat bantu pengambilan keputusan (decission support system) (Baca Selengkapnya)

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan (bag.3)

bagian 3 : Perubahan kapasitas panas permukaan akibat penggunaan lahan
Oleh : Idung Risdiyanto


Perubahan tutupan lahan di suatu perkotaan dapat mengubah sifat-sifat fisis permukaan seperti kapasitas panas, emisivitas, konduktivitas thermal dan kekasapan permukaan yang selanjutnya akan mengubah penerimaan komponen neraca energi di daerah tersebut. Dari sifat-sifat fisis tersebut, perubahan kapasitas panas suatu lahan sangat menentukan fluktuasi dan perubahan sistem iklim mikro perkotaan. Sebagai contoh yang paling nyata adalah perbedaan kapasitas panas antara badan air dan daratan yang akan menjadi sebab perbedaan pergerakan udara antara siang dan malam. Kondisi ini menyebabkan sistem pencampuran udara panas dan dingin juga berfluktuasi sesuai dengan kapasitas masing-masing jenis tutupan lahan. Kapasitas panas adalah jumlah panas yang terkandung oleh suatu benda. Setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama, tetapi kapasitas panas yang dimiliki berbeda-beda. Sehingga suhu yang dihasilkannya pun juga berbeda. Kapasitas panas suatu benda bergantung pada panas jenis dan massa jenis atau kerapatannya. Berdasarkan peubah dan parameter yang digunakan dalam perhitungan kapasitas panas suatu benda tersebut, maka pendekatan penginderaan jauh dapat digunakan. Salah satu indikator yang dapat diturunkan dari data penginderaan jauh untuk menggambarkan kapasitas panas suatu kawasan adalah indeks kehijauan. Indeks ini dapat digunakan, karena indeks ini menggabungkan nilai emisivitas gelombang panjang dan spektrum gelombang pendek dari suatu permukaan. Kedua jenis gelombang ini sangat responsif terhadap sifat permukaan, terutama yang terkait dengan tingkat kelembaban permukaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini nilai massa jenis dari permukaan yang digunakan dalam perhitungan untuk mendapatkan nilai kapasitas panas akan diduga dari nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) yang diestimasi dari data satelit Landsat. (baca disini atau download selengkapnya)

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan (bag.2)

bagian 2:  Penentuan Amplitudo untuk menduga suhu udara

Oleh : Idung Risdiyanto

I. Penentuan Amplitudo untuk menduga suhu udara

Selain menggunakan data Damping depth dan Diffusivitas thermal, suhu udara dekat permukaan juga dapat diduga dengan menggunkan nilai amplitudo. Nilai ini dihitung berdasarkan pengamatan terhadap suhu maksimum dan minimum dari pengamatan di lapangan. Diketahui selisih antara suhu udara maksimum dengan suhu udara rata-ratanya akan memudahkan dalam menduga suhu udara pada ketinggian dan waktu tertentu. Gambar 1a dan Gambar 1b merupakan hasil pendugaan amplitudo dari pengukuran lapangan. Pada Gambar 1a terdapat persamaan regresi antara suhu permukaan (Ts) dengan , sehingga diketahui untuk penggunaan lahan dengan dominasi air, vegetasi, dan tanah. Pada persamaan tersebut, kalau amplitudonya langsung ditetapkan konstanta maka suhu permukaan rata-rata juga harus ditetapkan sebagai konstanta. Hal ini tidak dapat dilakukan karena suhu permukaan rata-rata akan berbeda pada setiap harinya. Melihat pola grafik pada Gambar 1a memungkinkan untuk membuat hubungan linear antara suhu pemukaan dengan amplitudo. Dikarenakan data satelit Landsat diperoleh pada pukul 10, maka amplitudo dihubungkan dengan suhu permukaan pada pukul 10. (baca disini atau download selengkapnya)