Selasa, 10 Juni 2025

Kaki Seribu: Tamu Tak Diundang, Pewarta Musim Kemarau

 Catatan Kampus Cikabayan

Kakinya banyak dan gerakannya lambat; jika terganggu, tubuhnya akan menggulung seperti spiral. Di kampung asal penulis, hewan ini dikenal dengan sebutan ulu-ulu atau uler ambegan. Saudara penulis yang orang Madura menyebutnya ulet sèbbu; sementara saudara dari Sunda menyebutnya ulat reumbay atau ulut réwu. Di daerah Bugis dikenal sebagai Kambe-kambe, dan di Bali disebut lelabang alas. Namun, seiring waktu, sebutan-sebutan lokal ini mulai jarang terdengar. Kini, ia lebih sering disebut dengan satu nama: kaki seribu. Di balik namanya yang beragam, hewan ini ternyata menyimpan perilaku unik yang berkaitan erat dengan perubahan musim, terutama datangnya musim kemarau.

Minggu, 01 Juni 2025

Kelelawar: Penjaga Malam dan Musim

 Catatan Kampus Cikabayan


Penulis memanggilnya Kang Pupung. Seorang ornitolog sekaligus chiropterolog. Sunda asli. Sepuluh tahun yang lalu, penulis bersama Kang Pupung sedang melakukan perjalanan di pinggir hutan Desa Karangan, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Hari itu kami bertemu dengan Pak Anto’, seorang Dayak Bidayuh meskipun bernama Jawa. Ia dan keluarganya baru saja pulang dari tembawang desa, membawa hasil panen durian yang tak seberapa.

Pak Anto’ mengeluh tentang hasil panen durian yang semakin menurun dalam lima tahun terakhir. Meski bunga durian masih mekar lebat dan memberi harapan besar, buah yang dihasilkan hanya segelintir saja. Kang Pupung yang mendengarkan dengan seksama kemudian menanyakan hal yang sederhana namun penuh arti, apakah Pak Anto’ masih sering melihat kelelawar di malam hari. Dengan wajah penuh keheningan, Pak Anto’ hanya bisa menggelengkan kepala. Dahulu, saat pohon durian berbunga, hutan selalu ramai oleh kelelawar yang beterbangan, namun kini suasana malam berubah sunyi.