Rabu, 20 Mei 2009

Penyusunan Model Spasial untuk Prediksi Lingkungan Sebaran Malaria (Anopheles sp.)

Idung Risdiyanto, S.Si., M.Sc (Dept. Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB) Fiolenta Marpaung, S.Si. (Dept. Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB) Ir. Agus Wibowo, M.Sc (TISDA-BPPT)

ABSTRAK

Faktor ketinggian tempat (altitude), kemiringan lereng (slope) dan penggunaan lahan (LandUsed) mempengaruhi tempat perindukan nyamuk. Sedangkan unsur cuaca mempengaruhi metabolisme, pertumbuhan, perkembangan dan populasi nyamuk Anopheles tersebut. Suhu 18°C merupakan suhu yang paling rendah dibutuhkan larva nyamuk di daerah tropis sedangkan suhu 36°C selama 2 bulan berturut-turut dapat mematikan semua larva nyamuk. Curah hujan dengan penyinaran yang relatif panjang turut mempengaruhi habitat perindukan nyamuk. Pemahaman dan analisis data lingkungan dan unsur cuaca tersebut dapat digunakan untuk mengetahui pola penyebaran vektor malaria dan menduga populasi vektor malaria. Kombinasi kedua faktor tersebut dapat digunakan dalam penyusunan rancangan model spasial untuk membantu memprediksi pola penyebaran malaria disuatu daerah. Overlay data lingkungan (altitide, slope dan LandUsed) digunakan untuk menduga zona risiko malaria. Sedangkan prediksi jumlah kasus malaria dimodelkan menggunakan robust regresi Poisson dengan input suhu rata-rata minimum mingguan, suhu rata-rata maksimum mingguan serta jumlah curah hujan rata-rata mingguan dengan PDL (Polynomial Distribution Lag) of weather di lokasi studi (Sukabumi). Arithmetic Overlay antara zona risiko dan prediksi kasus malaria menunjukkan zona risiko lonjakan kasus malaria tiap bulan di Kabupaten Sukabumi. Zona risiko tinggi terkonsentrasi di daerah pantai. Sedangkan zona tidak berisiko (non risk) terkonsentrasi di daerah pegunungan. Zona risiko malaria tersebut signifikan mempengaruhi jumlah kasus malaria di Kabupaten Sukabumi (r = 0.967). Prediksi kasus malaria tiap bulan di Kabupaten Sukabumi menggunakan robust regresi Poisson dengan PDL of weather 6 lag untuk suhu udara rata-rata dan 7 lag untuk curah hujan. Sebaran prediksi kasus malaria tersebut signifikan (r > 0.885) menunjukkan jumlah kasus tertinggi terjadi di daerah pantai dan jumlah kasus terendah terjadi di daerah pegunungan. Sebaran lonjakan kasus malaria tertinggi juga terjadi di daerah pantai dan terendah di daerah pegunungan. Sedangkan pola sebaran lonjakan mengikuti pola curah hujan bulanan di Kabupaten Sukabumi. Interaksi antara data lingkungan dan unsur cuaca terhadap siklus perindukan dan metabolisme nyamuk merupakan faktor utama dalam memprediksi jumlah kasus malaria. Peringatan dini dapat dilakukan 1-1,5 bulan sebelum terjadinya lonjakan zona kasus malaria tinggi (high risk) di Kabupaten Sukabumi. Kata kunci: jumlah kasus malaria, suhu udara, curah hujan, LandUsed, altitude, regresi Poisson, zona resikobaca selengkapnya