Catatan Kampus Cikabayan
Untuk Pak Wardiyono, Petani Sejati dari Klaten
Kakinya tenggelam dalam lumpur, namun jiwanya menjulang
tinggi. Setiap langkahnya adalah doa, setiap tetes peluhnya adalah janji: bahwa
kehidupan tak akan dibiarkan lapar. Di balik senyap sawah yang baru diairi,
terdengar gema kesabaran yang abadi, yang tak tergoyahkan oleh waktu maupun
cuaca.
Langit mendung membungkus petang, namun bukan kemurungan
yang terasa, melainkan keteduhan. Sapaan tangan itu bukan sekadar gerak,
melainkan bisikan jiwa: “Aku masih di sini, menanam untuk kalian, meski
jarang dilihat, apalagi disanjung.” Di zaman yang serba cepat dan
digital, potret ini adalah jeda yang menenangkan, sebuah pengingat bahwa hidup
tumbuh dari tanah, dari tangan-tangan yang rela kotor demi memberi makan dunia.
Petani ini bukan tokoh besar dalam buku sejarah, tapi ia
adalah pahlawan dalam cerita yang paling nyata: menjaga kehidupan dari balik
batas lumpur dan langit. Dan dari sawah yang sunyi ini, sebuah sapaan kecil
mengalir seperti puisi: lembut, jujur, dan penuh makna.
(SiBu Bayan)