Catatan Kampus Cikabayan

Bagaimana bisa semut rangrang mengetahui
lebih dulu? Apa yang mereka ketahui tentang perubahan musim yang tak kasat
mata? Ini bukan sekadar kebiasaan atau kepercayaan belaka, ini adalah pertanda
bahwa hujan akan segera pergi, dan kemarau yang kering dan terik akan datang.
Semut-semut rangrang, dalam diamnya, mengisyaratkan perubahan yang akan
mengguncang tanah yang mereka pijak.
Semua ini bukan sekadar dongeng
atau mitos belaka. Ini adalah kenyataan yang tak bisa disangkal. Semut
rangrang, dengan kecerdikan mereka yang luar biasa, tidak hanya sekadar
membangun sarang; mereka beradaptasi dengan kondisi yang menekan. Saat tanah
mulai mengering dan suhu mulai melonjak, mereka mulai memindahkan sarangnya ke
tempat yang lebih tinggi, lebih teduh. Daun-daun yang mereka pilih, tebal dan
kokoh, bukanlah daun sembarangan. Mereka tahu, tak ada yang lebih penting
selain menjaga suhu di dalam sarang agar tetap stabil, sebuah strategi hidup
yang teruji oleh waktu.
Di balik perilaku ini, terdapat
rahasia ilmiah yang mengungkapkan betapa dalamnya hubungan antara makhluk kecil
ini dengan alam semesta mereka. Ketika suhu tanah meningkat dan kelembaban
menurun, semut-semut ini tidak diam, mereka beraksi. Dalam dunia ekologi,
perilaku ini disebut vertical migration, sebuah migrasi vertikal yang
dilakukan oleh banyak serangga, yang dipaksa untuk mencari tempat yang lebih
sejuk dan stabil. Perilaku ini adalah respons yang sangat rasional terhadap
lingkungan yang kering, dan menunjukkan betapa hidupnya alam ini dengan
kecerdikan yang tak terbayangkan.
Penelitian oleh Offenberg et al.
(2004) mengungkapkan betapa semut rangrang mengatur suhu sarangnya dengan
mengganti posisi dan jenis daun yang mereka gunakan, menciptakan ruang mikro
yang lebih dingin dan terlindung. Lebih dari itu, studi yang dilakukan di
Thailand pada tahun 2016 mengonfirmasi bahwa koloni Oecophylla smaragdina
secara signifikan lebih aktif membangun sarang di ketinggian lebih dari 2 meter
ketika kelembaban udara turun di bawah 60%. Ini bukan kebetulan—ini adalah
adaptasi yang sangat cerdas dari makhluk yang tampaknya tak berdaya. Semut
rangrang mengajarkan kita tentang pentingnya keseimbangan dan kemampuan
beradaptasi dengan keadaan yang terus berubah. Mereka tidak menunggu musim
datang begitu saja; mereka menciptakan ruang untuk bertahan hidup.
Lebih dari itu, semut rangrang
juga sahabat petani. Koloninya yang agresif terhadap serangga pengganggu
menjadikannya agen pengendali hama alami di kebun-kebun buah tropis seperti
mangga, jambu, dan jeruk. Di beberapa wilayah, petani bahkan sengaja memelihara
koloni ini sebagai bagian dari sistem pertanian organik yang ramah lingkungan.
Tanpa pestisida, tanpa residu. Penelitian menunjukkan bahwa kehadiran semut
rangrang dapat meningkatkan hasil panen sekaligus menjaga ekosistem tetap
seimbang. Dalam sunyi dan keteraturannya, semut rangrang menjadi mitra tak
terlihat yang bekerja siang dan malam.
Apa yang bisa kita pelajari dari
semut-semut ini? Dalam dunia yang semakin sibuk dengan teknologi, data, dan
informasi yang terukur, kita sering kali lupa bahwa alam, dalam keheningan dan
ketenangannya, telah menyediakan tanda-tanda yang dapat membimbing kita.
Kepercayaan lokal yang ada di Jawa dan Bugis bukanlah hal yang perlu dipandang
sebelah mata. Ini adalah warisan berharga yang telah terbukti menjadi petunjuk
hidup yang andal, bahkan di zaman yang penuh dengan kemajuan teknologi. Semut
rangrang, dengan segala kecerdikannya, mengingatkan kita bahwa di balik setiap
pergerakan alam, ada pesan yang lebih besar tentang cara kita berhubungan
dengan dunia sekitar.
Sebelum kita menggantungkan
seluruh harapan kita pada teknologi canggih yang tidak mengenal batas, ada
baiknya kita meluangkan waktu untuk mendengarkan alam. Semut rangrang tidak
hanya membangun sarang; mereka membangun ketahanan hidup, mereka mengajarkan
kita untuk lebih peka terhadap perubahan yang ada di sekitar kita, dan lebih
siap untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Dalam setiap
gerakannya, semut-semut itu memberi kita pelajaran berharga tentang adaptasi,
ketahanan, dan, di atas semua itu, hubungan kita yang sangat erat dengan alam
yang menjadi tempat kita berpijak.
(SiBu Bayan)