Minggu, 20 April 2025

Isyarat Sunyi Semut Rangrang

 Catatan Kampus Cikabayan

Di kaki gunung Kawi, sebuah desa yang terletak di selatan Malang, kehidupan para petani telah lama bergantung pada tanda-tanda yang diberikan oleh alam. Mereka bukan hanya mengamati langit, tetapi juga dahan-dahan pohon mangga dan jambu yang dihuni oleh koloni semut rangrang (Oecophylla smaragdina). Dengan tatapan tajam, mereka mengamati gerak-gerik semut yang sibuk membangun sarang, terutama saat mereka mulai mendaki dahan-dahan pohon yang lebih tinggi. “Semut rangrang wis podho munggah nang pang-pang dhuwur wit, tandhane banyu bakal entek” (Semut rangrang sudah pindah ke dahan-dahan bagian atas pohon, pertanda air akan habis-Bahasa Jawa). 
Di Indonesia Timur, Appalalo'na semut rangrang ri ujung dahan kaluku, mappatandai narekko mappatettongeng musim allase' riwettu 1–2 bulan matemmang." (Sarang semut rangrang di ujung dahan kelapa menandakan kemarau akan datang dalam 1–2 bulan – Bahasa Bugis). Nelayan dan petani suku Bugis di Sulawesi Selatan mengamati  hadirnya sarang semut rangrang menggantung dengan anggun di ujung pelepah daun kelapa, seakan memberi isyarat pada para nelayan dan petani tambak. Mereka tahu, tanpa kata-kata, bahwa dalam satu atau dua bulan mendatang, musim allase’ (kemarau yang panas) akan datang. Dan dengan penuh keyakinan, nelayan dan petani tambak mulai bersiap menjemur garam, memperbaiki kanal, dan menyesuaikan waktu tanam. Alam telah memberi mereka sinyal yang tak terbantahkan

Bagaimana bisa semut rangrang mengetahui lebih dulu? Apa yang mereka ketahui tentang perubahan musim yang tak kasat mata? Ini bukan sekadar kebiasaan atau kepercayaan belaka, ini adalah pertanda bahwa hujan akan segera pergi, dan kemarau yang kering dan terik akan datang. Semut-semut rangrang, dalam diamnya, mengisyaratkan perubahan yang akan mengguncang tanah yang mereka pijak.

Semua ini bukan sekadar dongeng atau mitos belaka. Ini adalah kenyataan yang tak bisa disangkal. Semut rangrang, dengan kecerdikan mereka yang luar biasa, tidak hanya sekadar membangun sarang; mereka beradaptasi dengan kondisi yang menekan. Saat tanah mulai mengering dan suhu mulai melonjak, mereka mulai memindahkan sarangnya ke tempat yang lebih tinggi, lebih teduh. Daun-daun yang mereka pilih, tebal dan kokoh, bukanlah daun sembarangan. Mereka tahu, tak ada yang lebih penting selain menjaga suhu di dalam sarang agar tetap stabil, sebuah strategi hidup yang teruji oleh waktu.

Di balik perilaku ini, terdapat rahasia ilmiah yang mengungkapkan betapa dalamnya hubungan antara makhluk kecil ini dengan alam semesta mereka. Ketika suhu tanah meningkat dan kelembaban menurun, semut-semut ini tidak diam, mereka beraksi. Dalam dunia ekologi, perilaku ini disebut vertical migration, sebuah migrasi vertikal yang dilakukan oleh banyak serangga, yang dipaksa untuk mencari tempat yang lebih sejuk dan stabil. Perilaku ini adalah respons yang sangat rasional terhadap lingkungan yang kering, dan menunjukkan betapa hidupnya alam ini dengan kecerdikan yang tak terbayangkan.

Penelitian oleh Offenberg et al. (2004) mengungkapkan betapa semut rangrang mengatur suhu sarangnya dengan mengganti posisi dan jenis daun yang mereka gunakan, menciptakan ruang mikro yang lebih dingin dan terlindung. Lebih dari itu, studi yang dilakukan di Thailand pada tahun 2016 mengonfirmasi bahwa koloni Oecophylla smaragdina secara signifikan lebih aktif membangun sarang di ketinggian lebih dari 2 meter ketika kelembaban udara turun di bawah 60%. Ini bukan kebetulan—ini adalah adaptasi yang sangat cerdas dari makhluk yang tampaknya tak berdaya. Semut rangrang mengajarkan kita tentang pentingnya keseimbangan dan kemampuan beradaptasi dengan keadaan yang terus berubah. Mereka tidak menunggu musim datang begitu saja; mereka menciptakan ruang untuk bertahan hidup.

Lebih dari itu, semut rangrang juga sahabat petani. Koloninya yang agresif terhadap serangga pengganggu menjadikannya agen pengendali hama alami di kebun-kebun buah tropis seperti mangga, jambu, dan jeruk. Di beberapa wilayah, petani bahkan sengaja memelihara koloni ini sebagai bagian dari sistem pertanian organik yang ramah lingkungan. Tanpa pestisida, tanpa residu. Penelitian menunjukkan bahwa kehadiran semut rangrang dapat meningkatkan hasil panen sekaligus menjaga ekosistem tetap seimbang. Dalam sunyi dan keteraturannya, semut rangrang menjadi mitra tak terlihat yang bekerja siang dan malam.

Apa yang bisa kita pelajari dari semut-semut ini? Dalam dunia yang semakin sibuk dengan teknologi, data, dan informasi yang terukur, kita sering kali lupa bahwa alam, dalam keheningan dan ketenangannya, telah menyediakan tanda-tanda yang dapat membimbing kita. Kepercayaan lokal yang ada di Jawa dan Bugis bukanlah hal yang perlu dipandang sebelah mata. Ini adalah warisan berharga yang telah terbukti menjadi petunjuk hidup yang andal, bahkan di zaman yang penuh dengan kemajuan teknologi. Semut rangrang, dengan segala kecerdikannya, mengingatkan kita bahwa di balik setiap pergerakan alam, ada pesan yang lebih besar tentang cara kita berhubungan dengan dunia sekitar.

Sebelum kita menggantungkan seluruh harapan kita pada teknologi canggih yang tidak mengenal batas, ada baiknya kita meluangkan waktu untuk mendengarkan alam. Semut rangrang tidak hanya membangun sarang; mereka membangun ketahanan hidup, mereka mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap perubahan yang ada di sekitar kita, dan lebih siap untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Dalam setiap gerakannya, semut-semut itu memberi kita pelajaran berharga tentang adaptasi, ketahanan, dan, di atas semua itu, hubungan kita yang sangat erat dengan alam yang menjadi tempat kita berpijak.

(SiBu Bayan)