Minggu, 27 April 2025

“Barongan Pring”, Barisan Turi dan Hembusan Angin

 Catatan Kampus Cikabayan


Barongan ini berbeda dengan barongsai ataupun tari barong dari bali, walaupun ketiganya adalah produk dari peradaban.  Saat penulis masih tinggal di pedesaan Malang Selatan, istilah “Barongan” merujuk pada rumpun bambu. Di tempat lain ada yang menyebutnya dengan “Greng”. Di tatar Sunda disebut dengan “Dapuran Awi” yang berarti rumpun bambu. Bagi penulis, barongan adalah sejenis hutan kecil yang menyimpan banyak rahasia. Dulu, ketika penulis masih usia kanak-kanak, barongan itu terasa angker, seakan-akan ada misteri yang tersembunyi di balik kerimbunannya. Namun kini, setelah beranjak dewasa, ia menawarkan kesejukan dan keteduhan yang menenangkan. Setiap insan yang menatapnya pasti merasakan kehadiran yang berbeda, sesuai dengan perjalanan batinnya masing-masing. Di antara rerimbunan bambu, kita bisa merasakan hirupan udara yang lebih segar, seolah alam berbisik perlahan, menenangkan jiwa.

Barongan masih dapat dijumpai di pedesaan pulau Jawa.  Misalnya, di perbatasan wilayah pemukiman dengan  persawahan atau ladang, sempadan sungai dan kalen, sekitar mata air, dan batas kepemilikan pekarangan. Keberadaan barongan ini sudah ada sejak lama, setidaknya menurut pengamatan penulis dan tutur dari orang-orang tua. Selain bambu, tanaman yang khas letak penanamannya adalah pohon Turi (Sesbania grandiflora). Pohon turi sering dijumpai di pematang sawah, sedangkan pohon randu dapat dijumpai di jalan-jalan produksi persawahan. Leluhur kita tentunya tidak asal menanamnya di tempat-tempat tersebut.  Setiap tindakan yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Penanaman bambu, dan turi di tempat-tempat yang khas tersebut tersebut adalah salah satu perwujudan dari peradaban tata ruang para leluhur.  Keberadaanya di tempat yang khas tersebut memiliki beragam fungsi, mulai dari pengendali dinamika udara, modifikasi iklim mikro, kestabilan fisik dan kesuburan tanah, refugia, penanggalan musim tanam, menjaga kemurnian genetika tanaman utama dan masih banyak fungsi-fungsi lainnya.  Sebuah warisan yang tidak hanya kita lihat, tetapi juga kita rasakan dalam tiap hembusan angin yang mengalir lembut di antaranya. Untuk saat ini, tulisan ini hanya mengurai fungsi-fungsi yang berkaitan dengan angin. Sedangkan fungsi lainnya, akan diuraikan pada tulisan lainnya.

Barongan pring dan turi berfungsi sebagai penahan dan pemecah angin (wind break) yang dapat mengendalikan dinamika udara di sekitarnya. Barongan pring yang memisahkan antara pemukiman dan persawahan dapat secara efektif meredam dan memecah kecepatan angin yang datang dari areal terbuka di sekitar desa, misalnya persawahan, sehingga saat angin masuk ke pemukiman sudah dalam kecepatan rendah. Atas fungsinya ini, barongan pring juga sering disebut sebagai “Pagar Desa”.  Selain berfungsi penahan angin, barongan pring ini juga dapat menyaring (filter) partikel-partikel di udara yang dipertukarkan dari persawahan ke pemukiman.  Misal, residu pestisida di udara, asap pembakaran dan debu yang terbawa angin dari areal persawahan dapat diredam dan disaring oleh barongan sebelum masuk ke pemukiman sehingga tidak mencemari lingkungan udara di pemukiman. Pohon turi di pematang sawah juga dapat meningkatkan gaya gesekan permukaan, sehingga resiko kerusakan karena kecepatan angin pada tanaman pokok (misal padi dan jagung) dapat diperkecil. 

Guna meresapi fungsi kedua jenis pohon ini sebagai wind breaks, berikut ini diuraikan secara singkat tentang karakteristik dan mekanisme kerjanya.

Wind break atau penahan angin didefinisikan sebagai penghalang yang digunakan untuk mengurangi dan mengarahkan angin. Biasanya terdiri dari pohon-pohon, semak-semak, rerumputan tinggi yang hidup sepanjang, pagar atau bahan lainnya. Pohon-pohon yang digunakan sebagai penahan angin umumnya mempunyai batang yang kuat dan lentur serta perakaran yang kuat. Jenis tanaman yang digunakan disesuaikan dengan keadaan ekologis setempat. Misalnya di wilayah subtropis, tanaman penahan angin umumnya adalah jenis-jenis konifer dan deciduous. Di Indonesia, umumnya digunakan pohon bambu,turi dan salam.

Cara kerja pepohonan penahan angin ini adalah saat angin bertiup melawannya, tekanan udara menumpuk di sisi angin datang (arah angin), dan sejumlah besar udara bergerak ke atas dan melewati bagian atas atau di sekitar ujung penahan angin. Dengan cara kerja ini maka struktur seperti ketinggian, kerapatan dan  jumlah baris, komposisi jenis pohon, panjang, orientasi arah, dan kontinuitas akan menentukan keefektifan penahan angin dalam mengurangi kecepatan angin dan mengubah iklim mikro.

Ketinggian pepohonan penahan angin; faktor ini menentukan penurunan kecepatan angin berdasarkan jarak area yang dilindungi terhadap lokasi tanaman wind break. Secara sederhana jika tinggi pohon wind break adalah H maka jarak terjauh nilai kecepatan angin dapat dikurangi sejauh 30 kali H dari lokasi tanaman wind break. Semakin jauh tempat dari lokasi wind break, maka efektifitasnya untuk mengurangi kecepatan angin makin berkurang. Ilustrasi pada Tabel 1 menunjukkan pengurangan kecepatan angin berdasarkan jaraknya terhadap lokasi pohon win break.

Ilustrasi penurunan kecepatan angin (tinggi pohon 10 m; kerapatan pepohonan ±60%; kecepatan angin tempat terbuka 32 km/jam)

Kerapatan dan kepadatan pepohon penahan angin; merupakan nilai rasio antara basal area pepohonan terhadap luas area penanaman pepohonan penahan angin.  Angin mengalir melalui bagian penahan angin yang terbuka, jadi semakin padat penahan angin, semakin sedikit angin yang melewatinya. Tekanan rendah berkembang di sisi bawah angin dari penahan angin yang sangat padat. Area bertekanan rendah di belakang penahan angin ini menarik udara yang datang dari penahan angin ke bawah, menciptakan turbulensi dan mengurangi perlindungan melawan arah angin. Oleh karena itu, kerapatan pepohonan tidak boleh sangat rapat bahkan sampai rapat 100%. Saat kerapatan berkurang, jumlah udara yang melewati penahan angin meningkat, memoderasi tekanan rendah dan turbulensi, dan menambah panjang area perlindungan.

Orientasi arah pepohonan penahan angin; Efektifivitas pepohonan penahan angin ditentukan oleg arah orientasinya atau sudut yang tepat terhadap arah angin yang ada. Pengamatan terus menerus terhadap kecepatan dan pola arah angin penting untuk menentukan arah orientasi pepohonan penahan angin. Sebagai contoh, misalnya angin yang paling merusak berasal dari Timur maka orientasi pepohonan penahan angin diorientasikan untuk menahan angin tersebut. Di beberapa wilayah di Indonesia yang sering mengalami angin panas yang kering (misal angin Gending di Probolinggo dan angin Bahorok di deli Serdang) yang merusak tanaman perlu diamati pola arah anginnya.  Keberadaan pepohonan penahan angin dapat menurunkan energi panas dan kinetik kedua angin tersebut, sehingga resiko kerusakan tanaman karena over penguapan dapat diturunkan. Area perlindungan berdasarkan orientasinya dapat dilustrasikan pada Gambar 1.

Panjang dan kontinyuitas pepohonan penahan angin; Jika ketinggian pohon penahan angin menentukan luas area yang dilindungi, maka panjang barisan pepohonan penahan angin menentukan jumlah total area yang menerima perlindungan. Untuk efisiensi maksimum, panjang barisan pepohonan harus melebihi 10 kali lipat dari tinggi pohonnya (rasio 10:1) dan tidak boleh terputus atau ada celah. Rasio ini mengurangi pengaruh turbulensi akhir pada area yang dilindungi. Celah di pepohonan penahan angin menjadi corong yang memusatkan aliran angin, menciptakan area di sisi bawah angin dari celah di mana kecepatan angin akan dapat melebihi kecepatan angin lapangan terbuka. Jika ada celah, efektivitas penahan angin akan berkurang. 

Ilustrasi orientasi pepohonan penahan angin

Pepohonan penahan angin dapat mengubah iklim mikro di area yang dilindungi.  Di area yang terlindungi akan terjadi penurunan kecepatan angin, suhu menjadi lebih hangat dan kelembaban udara yang meningkat.  Kondisi ini akan berdampak pada penurunan penguapan dan kehilangan air tanaman (evapotranspirasi) sehingga ketersedian air bagi tanaman akan lebih banyak jumlahnya dan lebih panjang waktunya  dibandingkan tanpa penahan angin.  Selain itu, suhu yang lebih hangat juga akan mempercepat perkembangan kecambah. Meskipun demikian, salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penerapan pepohonan penahan angin di lingkungan persawahan adalah kompetisi mendapatkan radiasi matahari dengan tanaman pokok.  Oleh karena itu pohon Turi akan lebih cocok di areal persawahan di bandingkan bambu. Sedangkan pohon bambu lebih sesuai untuk batas persawahan dengan pemukiman.

(Sibu Bayan)