Catatan kampus Cikabayan
Menjelang musim kemarau datang, suara tonggeret yang nyaring mulai terdengar menggema di
udara. Suara mereka, yang datang setiap tahun pada saat yang hampir sama, menjadi
pertanda bahwa alam sedang menjalani perubahan besar. Bagi sebagian orang, suara
ini menjadi semacam pengingat tentang perubahan musim yang pasti tiba. Di balik
suara tersebut, ada makna yang lebih dalam, yakni kesabaran alam yang menunggu
waktu yang tepat untuk hadir. Tonggeret, dengan hidupnya yang singkat namun
penuh makna, mengajarkan kita tentang betapa pentingnya menunggu momen yang
tepat. Kita akan menjelajahi bagaimana tonggeret menjadi indikator alami yang
menandai datangnya musim kemarau, serta bagaimana fenomena ini berkaitan dengan
siklus iklim dan pertanian.
Tonggeret, atau cicada, di bebeberapa daerah dikenal sebagai Cenggerèt (Jawa), Garengpung (Sunda), Reret (Bali), Kekek (Bugis), Pikang (Toraja) dan Pupuik (Minangkabau) memiliki siklus hidup yang luar biasa.
Tonggeret
lebih suka hidup di daerah dengan iklim hangat dan kering, di pohon-pohon besar
yang cukup mendapatkan sinar matahari. Habitat ini membuat mereka lebih aktif
pada musim panas dan kemarau, saat suhu udara tinggi dan kelembaban rendah. Meskipun
hidup di bawah tanah selama bertahun-tahun, mereka hanya muncul untuk waktu
yang sangat singkat di permukaan. Meskipun hanya muncul sesaat, kehidupan
tonggeret yang penuh kesabaran di bawah tanah mencerminkan ketahanan dan waktu
yang diperlukan untuk perubahan besar. Kesabaran dalam menghadapi perubahan seringkali
memerlukan waktu lama untuk terwujud.
Suara
yang menunggu dan ditunggu
Kehidupan
tonggeret yang tertidur lama di bawah tanah menunggu waktu yang tepat untuk
muncul dan bersuara sangat relevan dengan siklus alam yang lebih besar.
Tonggeret tidak hanya menjadi penanda perubahan musim, tetapi juga simbol
kesabaran yang harus dihadapi alam dan manusia. Meskipun banyak makhluk hidup
bergerak cepat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, tonggeret menunjukkan
bahwa beberapa perubahan memerlukan waktu panjang untuk terwujud. Kehidupan
mereka mengingatkan kita bahwa tidak semua perubahan bisa terjadi seketika.
Ketika mereka akhirnya muncul, suara mereka mengiringi datangnya musim kemarau.
Suatu momen yang menandakan berakhirnya musim hujan dan awal dari periode
kekeringan yang perlu diwaspadai.
Suara
tonggeret bukan hanya tanda alam bagi manusia, tetapi juga bagi para petani. Di
Indonesia, sebagian besar kegiatan pertanian bergantung pada siklus musim yang
teratur, musim hujan dan musim kemarau. Ketika tonggeret mulai bersuara, itu
menjadi pertanda bahwa musim kemarau akan segera tiba. Suaranya memberi sinyal
kepada petani untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
menghadapi musim kemarau. Perencanaan tanam, irigasi, dan persiapan untuk
menghadapi kekeringan menjadi prioritas bagi petani pada saat-saat ini.
Namun,
petani juga harus beradaptasi dengan tantangan baru yang ditimbulkan oleh
perubahan iklim. Musim kemarau yang datang lebih ekstrem, dengan suhu yang
lebih panas dan curah hujan yang lebih tidak menentu, memaksa petani untuk
melakukan penyesuaian dalam praktik pertanian mereka. Sumber daya air yang
semakin terbatas, ditambah dengan pola musim yang tidak lagi dapat diprediksi
secara mudah, membuat tantangan pertanian semakin kompleks. Di sinilah,
tonggeret sebagai indikator alam memainkan peran penting dalam memberikan
informasi awal yang berguna bagi petani untuk mempersiapkan diri dengan lebih
baik.
Sebagian
besar tonggeret menghabiskan hidupnya di bawah tanah dalam keadaan yang stabil,
tetapi ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat mempengaruhi
waktu muncul mereka, serta siklus hidup mereka yang sudah lama berlangsung.
Pola musim yang tidak menentu membuat tonggeret menjadi indikator yang lebih
sensitif terhadap perubahan iklim. Ketika mereka muncul lebih awal atau lebih
terlambat dari biasanya, itu menjadi peringatan bahwa alam sedang beradaptasi
dengan cara yang tidak dapat kita prediksi.
Dalam
konteks praktek pertanian modern, terjadi ironi kehidupan tonggeret. Sebagian
besar siklus hidup tonggeret terjadi di bawah tanah, tempat mereka hidup
sebagai larva selama bertahun-tahun. Namun, penggunaan pestisida yang meluas
untuk mengendalikan hama tanaman sering kali berakibat buruk bagi kehidupan
tonggeret. Pestisida yang digunakan di permukaan tanah dapat mencemari
lingkungan bawah tanah, meracuni tonggeret yang sedang berkembang. Tonggeret
yang tidak menjadi hama bagi pertanian justru menjadi korban dari praktik yang
seharusnya melindungi tanaman. Ancaman ini menggambarkan kesenjangan antara
upaya manusia untuk mengelola alam dengan cara yang kadang justru merusak
keseimbangan ekosistem.
Kesabaran
dan Keseimbangan Alam
Tonggeret,
dalam makna yang lebih dalam, mengajarkan kita tentang kesabaran. Mereka
menunggu dengan penuh ketekunan di bawah tanah, hanya muncul di permukaan untuk
waktu yang sangat singkat. Ini mengingatkan kita pada filosofi Jawa yang
menyebutkan bahwa "urip mung mampir ngombe", hidup ini hanya
sebentar, seperti mampir untuk minum sejenak. Seperti tonggeret yang hanya
muncul dalam waktu singkat, kita pun harus menyadari bahwa waktu kita di dunia
ini terbatas. Oleh karena itu, kita harus bijaksana dalam memanfaatkan waktu,
menghargai setiap momen yang ada, dan menjaga keseimbangan alam yang menjadi
bagian dari kehidupan kita.
Tonggeret
juga mengingatkan kita tentang keterhubungan yang erat antara manusia dan alam.
Kehidupan mereka yang penuh ketekunan di bawah tanah, serta suara yang
mengiringi datangnya musim kemarau, menunjukkan bagaimana alam berjalan dengan
irama dan waktu yang sering kali tidak dapat kita kontrol. Ini mengajarkan kita
untuk hidup selaras dengan alam, menjaga keseimbangan, dan lebih memperhatikan
tanda-tanda yang sering kali terlihat sederhana, namun penuh makna dalam
kehidupan kita.
Melalui
suara tonggeret, kita diingatkan akan pentingnya mendengarkan tanda-tanda alam
yang ada di sekitar kita. Suara mereka bukan hanya penanda musim, tetapi juga
simbol ketahanan dan kesabaran alam yang menunggu waktu yang tepat untuk
terwujud. Menghadapi perubahan iklim yang semakin tak terduga, kita sebagai
manusia harus mampu menanggapi dengan kebijaksanaan dan perencanaan yang
matang. Dalam dunia pertanian, mendengarkan suara alam seperti suara tonggeret
bisa menjadi salah satu cara untuk menghadapi ketidakpastian yang ada. Begitu
pula dalam kehidupan sehari-hari, mari kita belajar untuk lebih sabar dan penuh
perhatian, menjaga keseimbangan dengan alam, agar kita bisa hidup dalam harmoni
dengan perubahan yang datang.
(Sibu
Bayan)