Rabu, 16 April 2025

Tonggeret: Simfoni Kesabaran Menyambut Kemarau (Urip mung mampir ngombe)

 Catatan kampus Cikabayan

Menjelang musim kemarau datang, suara tonggeret yang nyaring mulai terdengar menggema di udara. Suara mereka, yang datang setiap tahun pada saat yang hampir sama, menjadi pertanda bahwa alam sedang menjalani perubahan besar. Bagi sebagian orang, suara ini menjadi semacam pengingat tentang perubahan musim yang pasti tiba. Di balik suara tersebut, ada makna yang lebih dalam, yakni kesabaran alam yang menunggu waktu yang tepat untuk hadir. Tonggeret, dengan hidupnya yang singkat namun penuh makna, mengajarkan kita tentang betapa pentingnya menunggu momen yang tepat. Kita akan menjelajahi bagaimana tonggeret menjadi indikator alami yang menandai datangnya musim kemarau, serta bagaimana fenomena ini berkaitan dengan siklus iklim dan pertanian.

Tonggeret, atau cicada, di bebeberapa daerah dikenal sebagai Cenggerèt (Jawa), Garengpung (Sunda), Reret (Bali), Kekek (Bugis), Pikang (Toraja) dan Pupuik (Minangkabau) memiliki siklus hidup yang luar biasa.

Mereka menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai larva yang hidup di bawah tanah, menyerap getah dari akar pohon (pada beberapa spesies hingga 17 tahun). Setelah bertahun-tahun menghabiskan waktu di bawah tanah, tonggeret dewasa muncul hanya untuk beberapa minggu dalam hidup mereka untuk berkembang biak. Suara yang kita kenal dari tonggeret bukan berasal dari mulutnya, tetapi dari organ khusus di perut mereka yang disebut tymbals. Suara keras ini dihasilkan ketika jantan bergetar cepat untuk menarik perhatian betina.

Tonggeret lebih suka hidup di daerah dengan iklim hangat dan kering, di pohon-pohon besar yang cukup mendapatkan sinar matahari. Habitat ini membuat mereka lebih aktif pada musim panas dan kemarau, saat suhu udara tinggi dan kelembaban rendah. Meskipun hidup di bawah tanah selama bertahun-tahun, mereka hanya muncul untuk waktu yang sangat singkat di permukaan. Meskipun hanya muncul sesaat, kehidupan tonggeret yang penuh kesabaran di bawah tanah mencerminkan ketahanan dan waktu yang diperlukan untuk perubahan besar. Kesabaran dalam menghadapi perubahan seringkali memerlukan waktu lama untuk terwujud.

Suara yang menunggu dan ditunggu

Kehidupan tonggeret yang tertidur lama di bawah tanah menunggu waktu yang tepat untuk muncul dan bersuara sangat relevan dengan siklus alam yang lebih besar. Tonggeret tidak hanya menjadi penanda perubahan musim, tetapi juga simbol kesabaran yang harus dihadapi alam dan manusia. Meskipun banyak makhluk hidup bergerak cepat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, tonggeret menunjukkan bahwa beberapa perubahan memerlukan waktu panjang untuk terwujud. Kehidupan mereka mengingatkan kita bahwa tidak semua perubahan bisa terjadi seketika. Ketika mereka akhirnya muncul, suara mereka mengiringi datangnya musim kemarau. Suatu momen yang menandakan berakhirnya musim hujan dan awal dari periode kekeringan yang perlu diwaspadai.

Suara tonggeret bukan hanya tanda alam bagi manusia, tetapi juga bagi para petani. Di Indonesia, sebagian besar kegiatan pertanian bergantung pada siklus musim yang teratur, musim hujan dan musim kemarau. Ketika tonggeret mulai bersuara, itu menjadi pertanda bahwa musim kemarau akan segera tiba. Suaranya memberi sinyal kepada petani untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menghadapi musim kemarau. Perencanaan tanam, irigasi, dan persiapan untuk menghadapi kekeringan menjadi prioritas bagi petani pada saat-saat ini.

Namun, petani juga harus beradaptasi dengan tantangan baru yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Musim kemarau yang datang lebih ekstrem, dengan suhu yang lebih panas dan curah hujan yang lebih tidak menentu, memaksa petani untuk melakukan penyesuaian dalam praktik pertanian mereka. Sumber daya air yang semakin terbatas, ditambah dengan pola musim yang tidak lagi dapat diprediksi secara mudah, membuat tantangan pertanian semakin kompleks. Di sinilah, tonggeret sebagai indikator alam memainkan peran penting dalam memberikan informasi awal yang berguna bagi petani untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik.

Sebagian besar tonggeret menghabiskan hidupnya di bawah tanah dalam keadaan yang stabil, tetapi ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat mempengaruhi waktu muncul mereka, serta siklus hidup mereka yang sudah lama berlangsung. Pola musim yang tidak menentu membuat tonggeret menjadi indikator yang lebih sensitif terhadap perubahan iklim. Ketika mereka muncul lebih awal atau lebih terlambat dari biasanya, itu menjadi peringatan bahwa alam sedang beradaptasi dengan cara yang tidak dapat kita prediksi.

Dalam konteks praktek pertanian modern, terjadi ironi kehidupan tonggeret. Sebagian besar siklus hidup tonggeret terjadi di bawah tanah, tempat mereka hidup sebagai larva selama bertahun-tahun. Namun, penggunaan pestisida yang meluas untuk mengendalikan hama tanaman sering kali berakibat buruk bagi kehidupan tonggeret. Pestisida yang digunakan di permukaan tanah dapat mencemari lingkungan bawah tanah, meracuni tonggeret yang sedang berkembang. Tonggeret yang tidak menjadi hama bagi pertanian justru menjadi korban dari praktik yang seharusnya melindungi tanaman. Ancaman ini menggambarkan kesenjangan antara upaya manusia untuk mengelola alam dengan cara yang kadang justru merusak keseimbangan ekosistem.

Kesabaran dan Keseimbangan Alam

Tonggeret, dalam makna yang lebih dalam, mengajarkan kita tentang kesabaran. Mereka menunggu dengan penuh ketekunan di bawah tanah, hanya muncul di permukaan untuk waktu yang sangat singkat. Ini mengingatkan kita pada filosofi Jawa yang menyebutkan bahwa "urip mung mampir ngombe", hidup ini hanya sebentar, seperti mampir untuk minum sejenak. Seperti tonggeret yang hanya muncul dalam waktu singkat, kita pun harus menyadari bahwa waktu kita di dunia ini terbatas. Oleh karena itu, kita harus bijaksana dalam memanfaatkan waktu, menghargai setiap momen yang ada, dan menjaga keseimbangan alam yang menjadi bagian dari kehidupan kita.

Tonggeret juga mengingatkan kita tentang keterhubungan yang erat antara manusia dan alam. Kehidupan mereka yang penuh ketekunan di bawah tanah, serta suara yang mengiringi datangnya musim kemarau, menunjukkan bagaimana alam berjalan dengan irama dan waktu yang sering kali tidak dapat kita kontrol. Ini mengajarkan kita untuk hidup selaras dengan alam, menjaga keseimbangan, dan lebih memperhatikan tanda-tanda yang sering kali terlihat sederhana, namun penuh makna dalam kehidupan kita.

Melalui suara tonggeret, kita diingatkan akan pentingnya mendengarkan tanda-tanda alam yang ada di sekitar kita. Suara mereka bukan hanya penanda musim, tetapi juga simbol ketahanan dan kesabaran alam yang menunggu waktu yang tepat untuk terwujud. Menghadapi perubahan iklim yang semakin tak terduga, kita sebagai manusia harus mampu menanggapi dengan kebijaksanaan dan perencanaan yang matang. Dalam dunia pertanian, mendengarkan suara alam seperti suara tonggeret bisa menjadi salah satu cara untuk menghadapi ketidakpastian yang ada. Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari, mari kita belajar untuk lebih sabar dan penuh perhatian, menjaga keseimbangan dengan alam, agar kita bisa hidup dalam harmoni dengan perubahan yang datang.

(Sibu Bayan)