Sabtu, 19 April 2025

Kapuk Randu: Pengkabar Musim yang Akan Mengering

 Catatan Kampus Cikabayan

Pada akhir April tahun 2024, dalam perjalanan dari Bogor menuju Kampung Darim di Indramayu, saya menyaksikan pemandangan yang seolah membisikkan rahasia alam. Di sepanjang jalan, kanan-kiri terbentang barisan pohon kapuk randu, dengan daun-daunnya yang gugur satu per satu, membentuk karpet alami di tanah. Beberapa pohon tampak gundul, tak berdaun, namun berbunga lebat seakan memproklamirkan datangnya musim kemarau. Fenomena ini, yang terjadi hampir tanpa suara, seperti pesan dari alam bahwa pergantian musim sudah tiba, bahwa hujan telah pergi, dan kekeringan mulai merangsek. Ini bukan sekadar tanda biasa, melainkan pertanda yang tercipta dalam gerak hidup pohon, di mana siklus alami pohon kapuk randu mengungkapkan kisah perubahan musim yang tak bisa ditunda lagi.

Dalam dinamika iklim tropis seperti di Indonesia, masyarakat tradisional telah lama mengandalkan tanda-tanda alam sebagai petunjuk perubahan musim. Salah satu tumbuhan yang sering dijadikan indikator alami datangnya musim kemarau adalah kapuk randu (Ceiba pentandra). Pohon tinggi berbatang besar ini bukan hanya dikenal sebagai penghasil serat kapuk yang digunakan untuk isi bantal atau kasur, tetapi juga menyimpan nilai ekologis dan kultural yang kuat dalam membaca ritme musim.

Kapuk randu memiliki karakter fenologi yang unik dan mudah diamati. Menjelang musim kemarau, pohon ini akan mengalami fase gugur daun secara alami. Fenomena ini bukan sekadar proses biasa, melainkan bentuk adaptasi biologis untuk mengurangi kehilangan air melalui transpirasi, terutama saat curah hujan menurun dan tanah mulai kekurangan kelembapan. Gugurnya daun secara massal menyebabkan pohon tampak gundul, mencolok di antara pepohonan lain yang masih hijau, sehingga menjadi penanda visual yang kuat bagi masyarakat yang bergantung pada petunjuk alam.

Tidak lama setelah daun-daunnya gugur, kapuk randu mulai berbunga. Bunga-bunganya berwarna putih kekuningan dan tumbuh langsung dari batang atau cabang besar. Proses pembungaan ini berlangsung bersamaan dengan permulaan musim kemarau dan segera disusul dengan pembentukan buah. Buah kapuk randu berwarna hijau saat muda, lalu mengering dan merekah di akhir musim kemarau, memperlihatkan serat putih yang membungkus biji. Proses merekah ini terjadi akibat pengeringan jaringan buah yang menyebabkan tegangan mekanis di kulit buah, memaksa buah terbuka dan membebaskan biji yang siap terbang terbawa angin.

Karena pola hidupnya yang sangat teratur dan sinkron dengan musim, masyarakat di berbagai wilayah Indonesia telah lama mengamati siklus hidup kapuk randu sebagai “kalender alami.” Di beberapa desa, petani mengenali bahwa jika pohon kapuk mulai meranggas dan berbunga, itu berarti musim hujan telah berakhir dan waktu tanam padi ladang sudah lewat. Petani lalu bersiap beralih ke tanaman yang lebih tahan kering, seperti jagung, kacang tanah, atau singkong. Dalam konteks ini, kapuk randu berperan sebagai sistem peringatan alami yang membantu masyarakat untuk lebih siap menghadapi musim yang datang.

Selain sebagai indikator musim, kapuk randu juga punya manfaat ekologis penting. Pohon ini menyediakan habitat bagi berbagai jenis burung dan serangga, terutama saat berbunga. Serbuk sari dan nektar dari bunganya menjadi sumber makanan bagi lebah dan kelelawar penyerbuk. Daun-daunnya yang berguguran pun menyumbang bahan organik ke tanah, memperkaya unsur hara saat musim hujan kembali datang. Di lingkungan yang cenderung kering atau semi-kering, kapuk randu bahkan bisa berfungsi sebagai pelindung tanah dari erosi.

Meski tidak banyak dibahas dalam literatur ilmiah modern, observasi terhadap kapuk randu tetap relevan, terutama dalam konteks perubahan iklim dan keterbatasan akses terhadap teknologi cuaca di pedesaan. Pengetahuan lokal semacam ini tidak hanya mencerminkan keterhubungan manusia dengan alam, tetapi juga menjadi sumber informasi ekologis yang dapat digunakan bersama pendekatan ilmiah. Bahkan dalam studi-studi etnobotani dan ekologi tradisional, kapuk randu sering disebut sebagai salah satu pohon kunci dalam menjaga keseimbangan lingkungan di wilayah tropis.

Melalui pengamatan yang terus-menerus terhadap kapuk randu, masyarakat dapat membangun relasi yang harmonis dengan alam, memahami siklus musiman secara alami, dan melakukan adaptasi dini terhadap kemungkinan risiko kekeringan. Di tengah perkembangan teknologi dan sistem peringatan cuaca modern, peran kapuk randu sebagai penunjuk musim tetap layak dipertahankan dan dihargai sebagai bagian dari warisan ekologi budaya Nusantara.

(SiBu Bayan)